PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang islam
belum tentu berkepribadian muslim. Kepribadian muslim adalah seperti
digambarkan oleh Al-qur’an tentang tujuan dikirimkan Rasulullah Muhammad saw
kepada umatnya, yait menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Maka, seseorang yang telah mengaku
muslim seharusnya memiliki kepribadian sebagai sosok yang selalu dapat member
rahmat dan kebahagiaan kepada siapa dan apapun di lingkunagnnya. Taat dalam
mejalankan ajaran agama, tawadhu, suka membantu, memiliki sifat kasih sayang
tidak suka menipu, tidak suka mengambi hak orang lain, tidak suka mengganggu
dan tidak suka menyakiti orang lain.
Persepsi
(gambaran) masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan banyak
yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada
orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah. Padahal itu
hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada
pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan
Al Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat
menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.
B. Tujuan Pembahasan
1. Memahami
pengertian kepribadian Muslim
2. Mengetahui
tujuan membentuk kepribadian Muslim
3. Mengetahui
aspek-aspek pembentuk kepribadian Muslim
4. Mengetahui
langkah-langkah pembentuk kepribadian Muslim
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
kepribadian Muslim
Kepribadian berasal dari kata
“pribadi” yang berarti diri sendiri, atau perseorangan. Sedangkan dalam bahasa
inggris digunakan istilah personality, yang berarti kumpulan kualitas jasmani,
rohani, dan susila yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Menurut
Allport, kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri
individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.[1]
Carl Gustav
Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan yang
ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.[2]
Pada dasarnya kepribadian bukan terjadi secara serta
merta akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Oleh karena
itu banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam membentuk kepribadian manusia
tersebut.. dengan demikian apakah kepribadian seseorang itu baik, buruk, kuat,
lemah, beradap atau biadap sepenuhnya ditentukan oleh faktor yang mempenggaruhi
dalam pengalaman hidup seseorang tersebut. Dalam hal ini pendidikan sangat
besar penanamannya untuk membentuk kepribadian manusia itu.[3]
Kepribadian
secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya
pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah
kepribadian yang dimiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat
kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.
Seseorang yang islam disebut muslim.
Muslim adalah orang atau seseorang yang menyerahkan dirinya secara sungguh –
sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan bahwa “wujud pribadi muslim” itu
adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah, tunduk dan patuh serta
ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepada-Nya. Pola sesorang yang
beriman kepada Tuhan, selain berbuat kebajikan yang diperintahkan adalah
membentuk keselarasan dan keterpaduan antara faktor iman, islam dan ikhsan.
Orang yang dapat dengan benar melaksanakan
aktivitas hidupnya seperti mendirikan shalat, menunaikan zakat, orang – orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang – orang yang sabar dalam
kesempitan penderitaan dan peperangan maka mereka disebut sebagai muslim yang
takwa, dan dinyatakan sebagai orang yang benar. Hal ini merupakan pola takwa
sebagai gambaran dari kepribadian yang hendak diwujudkan pada manusia islam.
Apakah pola ini dapat “mewujud” atau “mempribadi” dalam diri seseorang,
sehingga Nampak perbedaannya dengan orang lain, karena takwanya, maka; orang
itu adalah orang yang dikatakan sebagain seseorang yang mempunyai “Kepribadian
Muslim”.
Secara
terminologi kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia,
baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang normanya diturunkan
dari ajaran islam dan bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.[4]
Kepribadian muslim dalam kontek ini
barang kali dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang
sebagai ciri khas bagi keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang
disampaikan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah
laku lahiriyah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan
dengan orang tua, guru, teman sejawat, sanak famili dan sebagainya. Sedangkan
sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak sengaja, dan sikap terpuji yang
timbul dari dorongan batin.
Kemudian ciri khas dari tingkah laku
tersebut dapat dipertahankan sebagai kebiasaan yang tidak dapat dipengaruhi
sikap dan tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan sikap yang dimiliki.
Ciri khas tersebut hanya mungkin dapat dipertahankan jika sudah terbentuk
sebagai kebiasaan dalam waktu yang lama. Selain itu sebagai individu setiap
muslim memiliki latar belakang pembawaan yang berbeda-beda. Perbedaan
individu ini diharapkan tidak akan mempengeruhi perbedaan yang akan menjadi
kendala dalam pembentukan kebiasaan ciri khas secara umum.[5]
B. Aspek-aspek
Pembentuk Kepribadian Muslim
Konsep
pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam menurut Syaikh Hasan al-Banna ada
10 aspek:
a. Bersihnya
akidah,
b. Lurusnya ibadah,
c. Kukuhnya
akhlak,
d. Mampu mencari
penghidupan,
e. Luasnya wawasan
berfikir,
f. Kuat fisiknya,
g. Teratur urusannya,
h. Perjuangan diri
sendiri,
i.
Memperhatikan
waktunya, dan
j.
Bermanfaat bagi
orang lain.[6]
Disini terlihat ada dua sisi penting
dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu iman dan akhlak. Bila iman dianggap
sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi dari konsep itu yang
tampilanya tercermin dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan sisi
abstrak dari kepatuhan kepada hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam lakon
akhlak mulia.
Untuk itu
membentuk kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai
Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu
mengejar ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas
kebodohan dan kemiskinan. Konsep kepribadian dalam pendidikan islam identik
dengan ajaran islam itu sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling
berkaitan.
Faktor-faktor
Pembentuk Kepribadian
a. Faktor Internal
Instink Biologis, seperti
lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan
sifat rakus. Maka sifat itu akan menjadi perilaku tetap.
Kebutuhan Psikologis,
seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri.
Kebutuhan Pemikiran,
yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang, seperti
mitos, agama, dan sebagainya.
b. Faktor Ekstrnal
Lingkungan Keluarga,
Lingkungan Sosial, dan
Lingkungan Pendidikan.
C. Langkah-langkah
Pembentuk Kepribadian Muslim
Dalam membentuk
kepribadian dalam pendidikan islam islam diperlukan beberapa langkah yang
berperan dalam perubahannya, antara lain:
a.
Peran Keluarga
Keluarga
mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian dalam pendidikan
islam. Orang tua menjadi penanggung jawab bagi masa depan anak-anaknya, maka
setiap orang tua harus menjalankan fungsi edukasi. Mengenalkan islam sebagai
ideologi agar mereka mampu membentuk pola pikir dan pola sikap islami yang
sesuai dengan akidah dan syari’at islam.
b.
Peran Negara
Negara harus
mampu membangun pendidikan yang mampu untuk membentuk pribadi yang memiliki
karakter islami dengan cara menyusun kurikulum yang sama bagi seluruh sekolah
dengan berlandaskan akidah islam, melakukan seleksi yang ketat terhadap calon-calon pendidik,
pemikiran diajarkan untuk diamalkan, dan tidak meninggalkan pengajaran sains,
teknologi maupun seni. Semua diajarkan tetap memperhatikan kaidah syara’.
c.
Peran Masyarakat
Masyarakat juga
ikut serta dalam pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam karena dalam
masyarakat kita bisa mengikuti organisasi yang berhubungan dengan kemaslahatan
lingkungan. Dari sini tanpa kita sadari pembentukan kepribadian dapat
terealisasi. Dalam
masyarakat yang mayoritas masyarakatnya berpendidikan, maka baiklah untuk menciptakan
kepribadian berakhlakul karimah.
Ketiga peraran diatas sangat berperan aktif dalam pembentukan kepribadian
dalam pendidikan islam karena semua saling mempengaruhi untuk pembentukannya.
Untuk merealisasikan kepribadian dalam pendidikan islam yang ada maka
diperlukan tiga proses dasar pembentukan:
1. Pembentukan Pembiasaan
Pembentukan ini ditujukan pada aspek kejasmanian dari kepribadian yang
memberi kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, seperti puasa, sholat, dan
lain-lain.
2.
Pembentukan Pengertian
Pembentukan yang meliputi sikap dan minat untuk memberi pengertian tentang aktifitas
yang akan dilaksanakan, agar seseorang terdorong ke arah perbuatan yang
positif.
3.
Pembentukan Kerohanian yang Luhur
Pembentukan ini tergerak untuk terbentuknya sifat takwa yang mengandung
nilai-nilai luhur, seperti jujur, toleransi, ikhlas, dan menepati janji.
Proses pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam berlangsung secara
bertahap dan berkesinambungan. Dengan demikian pembentukan kepribadian
merupakan rangkaian kegiatan yang saling berhubungan dan saling tergantung
sesamanya.
D.
Tujuan Pembentuk Kepribadian
Menjadi diri
sendiri harus dimulai dari nalar berpikir kearah mana tujuan hidup individu
selama dia hidup. Adapun tujuan yang diinginkan dalam membentuk kepribadian yaitu:
a. Membentuk sikap
disiplin terhadap waktu,
b. Mampu
mengendalikan hawa nafsu,
c. Memelihara diri
dari perilaku menyimpang,
d. Mengarahkan
hidup menuju kepada kebaikan dan tingkah laku yang benar,
e. Mempelajari
perubahan-perubahan dalam gaya hidup,
f. Meningkatkan
pengertian diri, nilai-nilai diri, kebutuhan diri, agar dapat membantu
orang lain melakukan hal yang sama, dan
g. Mengembangkan
perasaan harga diri dan percaya diri melalui aspek dukungan dan tanggung
jawab yang bersifat timbal balik.
Dalam islam, pendidikan mengacu pada
tujuan hidup manusia itu sendiri. Dalam hakikat tujuan hidup manusia adalah
mengabdikan dirinya pada Tuhan, dengan penyerahan mutlak. Dengan kata lain
sorang muslim selalu mengaitkan segala aktifitas kegiatannya dengan melihat dan
menyesuaikannya di atas ketentuan norma – norma yang ditetapkan Allah.
Pendidikan
islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya, sesuai dengan cita-cita islam karena nilai-nilai islam
telah menjiwai kepribadian seseorang dan mempedomani kehidupan manusia muslim
dalam aspek duniawi dan ukhrawi.[7]
Muhammad Omar
al-Toumy al-Syaibani mengatakan, bahwa tujuan pendidikan islam adalah untuk
mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai nilai akhlak al-karimah.
Adapun beberapa
tujuan dalam pendidikan islam antara lain:[8]
a. Membimbing
manusia agar dapat menempatkan diri dan berperan sebagai individu yang taat
dalam menjalankan ajaran agama allah,
b. Pembentuk sikap
takwa,
c. Menumbuhkan
pola kepribadian manusia yang sempurna,
d. Menegakkan
kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berbudi luhur menurut ajaran
islam,
e. Penguasaan ilmu
terhadap agama islam,
f. Mencapai
keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui
latihan-latihan kejiwaan, akal pemikiran, kecerdasan, dan pancaindra,
g. Pembentuk
kepribadian yang akhlakul karimah,
h. Menopang
keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia sesuai dengan perintah syari’at
islam, dan
i. Memiliki
keterampilan yang serasi dengan bakat yang dimiliki.
E. MACAM-MACAM KEPRIBADIAN MUSLIM
1. Kepribadian Kemanusiaan (Basyariah)
a. Kepribadian
individu; yang meliputi ciri khas seseorang dalam bentuk sikap dan tingkah laku
serta intelektual yang dimiliki masing-masing secara khas sehingga ia berbeda dengan
orang lain. Menurut pandangan Islam memang manusia mempunyai dan memiliki
potensi yang berbeda (Al-farq al-fardiah) yang meliputi aspek fisik dan psikis.
Firman Allah Swt:
Perhatikanlah bagaimana Kami
lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan
akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.
|
انْظُرْ
كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَلَلآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ
وَأَكْبَرُ تَفْضِيلا
|
Artinya:
“Perhatikanlah bagaimana Kami
lebihkan mereka sebagian atas sebagian lain”. (Q.S. Al-Isra’ : 21)
b. Kepribadian
ummah: yang meliputi ciri khas kepribadian muslim sebagai suatu ummah
(bangsa/negara) muslim yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah muslim yang
berbeda dengan ummah lainnya, mempunyai ciri khas kelompok dan memiliki
kemampuan untuk mempertahankan identitas tersebut dari pengaruh luar, baik
ideology maupun lainnya yang dapat memberi dampak negative.
Firman Allah Swt:
“…dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal….”
|
وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
|
Artinya:
“Kami jadikan kamu
bersuku-suku dan berbangsa supaya saling kenal-mengenal….”. (Q.S. Al-Hujurat : 13)
- Kepribadian Samaai (Kewahyuan)
Kepribadian samaai (Kewahyuan)
yaitu corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam kitab suci
Al-Qur’an, yang antara lain difirmankan Allah sebagai berikut :
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُل
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya :
dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah (Q.S. Al-An’am : 153)
Kepribadian muslim sebagai
individu dan sebagai ummah, terintergrasi dalam bentuk suatu pola yang sama.
Dalam hal ini dasar teori kepribadian muslim, baik sebagai individu
maupun sebagai suatu ummah yang satu, terjadi suatu bentuk dikotomi yang
terintegrasikan. Dikotomi terletak hanya dalam pembagian saja, namun dalam
dasar yang sama (Filsafat pendidikan Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan
Hadits), serta tujuan yang satu yaitu menjadi pengabdi Allah Swt yang taat
sesuai dengan firmannya.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(Q.S. Adz-Dzariyat:56)
|
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
|
Pengintegrasian kepribadian
perseorangan dan ummah belum dapat menjamin terwujudnya perilaku mulia sesuai
dengan tuntutan hidup dunia ukhrawi. Oleh karena itu diperlukan kepribadian
samawi atau Islami dimana nilai-nilai Ketuhanan yang positif dan konstruktif
yang berorientasi kepada kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Di sinilah nampaknya perbedaan pandangan antara teori kepribadian Barat dengan
teori kepribadian nuslim. Mungkin hal ini disebabkan oleh falsafah yang
dianut masing-masing berbeda, sehingga perbedaan dasar menyebabkan
terjadinya perbedaan pandangan. (Wallahu A’lam).
Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia
dapat disebut berkepribadian muslim, yaitu :
- Salimul ‘Aqidah/ ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”. (QS. al-An’aam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid. - Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.
- Matinul Khuluq (akhlak kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-Qalam [68]:4).
- Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas)
Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.(QS al-Baqarah [2]:219)Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW : “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”.(Muttafaqun ‘alaihi).Dan menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan ALLAH SWT dlm firman-Nya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).Oleh karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS. az-Zumar [39]:9).
- Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat)
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim spt sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).
- Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim).
- Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
- Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
- Qodirun Alal Kasbi (memiliki
kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
- Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).
Untuk meraih kriteria Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah
dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan
memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya. “Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al Ankabut : 69. Allahu
A’lam[9]
KESIMPULAN
Pembentuk
kepribadian dalam pendidikan islam meliputi sikap, sifat, reaksi, perbuatan,
dan perilaku. Pembentukan ini secara relatif menetap pada diri seseorang yang
disertai beberapa pendekatan, yakni pembahasan mengenai tipe kepribadian, tipe
kematangan kesadaran beragama, dan tipe orang-orang beriman. Melihat kondisi dunia
pendidikan di indonesia sekarang, pendidikan yang dihasilkan belum mampu
melahirkan pribadi-pribadi muslim yang mandiri dan berkepribadian islam.
Akibatnya banyak pribadi-pribadi yang berjiwa lemah seperti jiwa koruptor,
kriminal, dan tidak amanah. Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan
islam harus direalisasikan sesuai Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai
identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang
pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Konsep kepribadian
dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu sendiri, keduanya tidak
dapat dipisahkan karena saling berkaitan.
Membentuk
kepribadian dalam pendidikan islam dibutuhkan beberapa langkah-langkah.
Membicarakan kepribadian dalam pendidikan islam, artinya membicarakan cara
untuk menjadi seseorang yang memiliki identitas dari keseluruhan tingkah laku
yang berbasis agama.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahyadi, Abdul Aziz.
1995. Psikologi Agama.
Bandung: Sinar Baru Algensindo
Arifin, M.1994 Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta:
Bumi Aksara
Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta:
Raja Grasindo Persada
Jalaluddin dan Usaman Said, 1994. Filsafat
Pendidikan Agama Islam (Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian dalam psikologi islam.jakarta: Raja Grafindo Persada
Zuhairini et,al. 1992. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Saeful
fachri, “Membentuk Kepribadian Islam”, di akses pada tanggal 05 Januari 2012
dalam http://dakwahkampus.com/pemikiran/pendidikan/1444-pendidikan-islam-membentuk- kepribadian-islam.html.